Thursday, July 16, 2015

Aku Menunggu MU Membali RAMADHAN

Mereka sibuk bernyanyi untuk MU
tangan mereka seolah tak kenal rasa capek
mulut mereka bergerak tak seperti biasanya
sampai aku tak mengerti entah itu bahagai atau bersedih ??


Jika memang benar KAU akan pergi
kenapa KAU tak keluarkan satu patah kata ??
KAU sudah menguji “kita” dengan malam MU yang sangat rahasia
kenapa kepergian MU juga menjadi Rahasia bagi ku ..


Aku tak ingin beranjak dari tempat ini
ku rasa “mereka” sudah cukup mewakili dari semua benua
Aku hanya ingin menulis tentang MU saja
tentang KAU yang selalu di tunggu dan menjadi “abid”


KAU tak tampak tapi KAU berasa
bagai gula dalam kopi ku malam ini
KAU datang tidak di jemput pulang pun tak di antar
tapi KAU bukan jelangkung seperti mitos jawa
KAU adalah KAU dan tetap selalu menjadi diri MU
kebanggaan tersendiri jika aku bisa bertemu denga MU lagi
KAU dapat melipat gandakan “apa pun” 
tapi KAU bukan penyihir
KAU punya satu malam yang paling ditunggu setiap “abid”
bukan malam dimana bulan seperti bola mata dengan jutaan hiasan bintang

Apakah benar ini menjadi kemerdekaan jika KAU pergi ??

bukan aku tak yakin tapi aku yang menyayangkan hal itu
buat ku kemerdekaan adalah saat KAU masih bersama “kami”
Kini aku mengulang beberapa kepergian temasuk diri MU
Kini malamku tak lagi bersama MU lagi
Kini KAU akan menjadi momentum yang selalu ku tunggu


aku menunggu MU kembali RAMADHAN


29 Ramadhan 1436 H
#PenikmatSenja

              

Surat Untuk-Mu Ramadhan



Kini KAU pergi
Begitu aku sangat merasa kehilangan Mu
Aku mencoba meraba Rahmat yang ada di setiap Menit Mu
Bulu, tulang sampai darah ku seolah menolak akan kepergian Mu
Seruan, teriakan, semua menjadi gema nada bersama selimut malam

Oh KAU .. 
yang selalu menjadi piala diantara kemenangan setiap insan
Oh Kau ..
Yang selalu menjadi obat dari semua penyakit dunia
Akankah aku bisa bertemu dengan Mu untuk yang kesekian kali
Oh Kau ..
Yang telah pergi

Tak sebanding rasanya jika Kau di bandingkan dengan seribu bulan lainnya
Tak sebanding rasanya jika Kau di bandingkan dengan seribu malam sekali pun.
Karena Kau tak bisa jika dibandingkan hanya dengan nilai yang terbatas

Aku merindukan malam bersama Mu
Aku merindukan malam bergema nada bersama Mu
Aku merindukan malam dengan semua rahmat yang kau bawa
Aku merindukan Mu RAMADHAN

29 ramadhan 1436H

DETIK DETIK KEPERGIAN RASULULLAH SAW


بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
lama tak menulis kembali, kesempatan kali ini aku tak akan menulis, tapi saya mencoba mengumpulkan dari beberapa cerita mungkin ini terbilang singkat, karena Hanya Dia Sang Pemberi Nafasku yang tahu hakiki dari cerita ini. lebih dari 100 atau bahkan 1000 tulisan tentang detik-detik atau cerita menjelang di ambilnya Ruh Nabi kita Muhammad SAW. dan begitu banyak hikmah jika kita kembali menelaah dan merenungkan apa yang bisa diambil dari setiap detik demi detik menjelang keperian Rasulullah SAW. Semoga tambahan tulisan ini bermanfaat untuk kita semua bagi pembaca terlebih untuk saya sendiri. dan terima kasih untuk puluhan blog atau beberapa refrensi buku tak mungkin saya tulis satu persatu جَزَاكُمُ اللّهُ

Pagi itu Rasululloh dengan suara terbata-bata berkutbah, " Wahai umat ku. kita semua dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih_Nya, maka taat dan bertaqwala kepada_Nya. Ku wariskan dua perkara kepada kalian, Al Qur'an dan Sunnahku. Siapa yang mencintai Sunnahku, berarti mencintaiku dan kelak orang-orang yang mencintaiku akan masuk surga bersama-sama aku"
Kutbah singkat itu di akhiri dengan pandangan mata rasululloh yang tenang dan penuh minat menatap satu persatu sahabatnya. Abu bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Umar menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang. Ali menundukkan kepala.
Isyarat telah datang, saatnya telah tiba, " Rasululloh akan meninggalkan kita semua" keluh hati sahabat. Manusia tercinta itu, hampi selesai tunaikan tugasnya. Tanda-tanda itu makin kuat. Ali dengan cekatan memeluk rasululloh yang lemah dan goyah ketika turun dari mimbar.
Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah rasululloh masih tertutup. Di dalamnya rasul terbaring lemah dengan kening berkeringat membasahi pelepah kurma alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar salam, "bolehkah saya masuk?'
tanyanya.
Fatimah tak mengijinkan masuk. "Maafkan ayahku sedang demam."
Ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya, "siapakah itu wahai anakku" "Tak taulah ayahku, sepertinya baru kali ini aku melihatnya" tutur Fatimah lembut.
Rasul menatap putrinya dengan pandangan yang mengetarkan. Seolah-olah bagian demi bagian wajah putrinya hendak di kenangnya.
" Ketahuilah. Dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara. Dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. dialah malaikul maut" kata rasululloh. Fatimahpun menahan ledakan tangisnya.
Ketika malaikat maut datang mendekat, rasul menanyakan kenapa jibril tidak menyertainya. Kemudian di panggilah jibril yang sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah ini.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah" tanya rasul dengan suara yang teramat lemah.
"Pintu-pintu langit telah terbuka. para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Ternyata itu tidak membuat rasul lega. Matanya masih penuh gambaran kecemasan.
" Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" tanya jibril.
" Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
" Jangan khawatir ya rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepada ku, Ku haramkan surga bagi siapa saja, kecuali umat muhammad telah berada di dalamnya" kata jibril.
Detik-detik semakin dekat. Saatnya Izrail melakukan tugasnya. Perlahan ruh rasululloh di tarik. Nampak sekujur tubuh rasul bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini" rasululloh mengaduh lirih. Fatimah terpejam. Ali yang berada di sampingnya menunduk semakin dalam. Jibril memalingkan muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" tanya rasululloh pada malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapa yang sanggup melihat kekasih Allah di renggut ajal," kata Jibril. Kemudian terdengar rasul memekik karena sakit yang tak tertahankan. "Ya Allah, dasyat nian maut ini, timpahkan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku".
Badan rasul mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali segera mendekatkan telinganya, " Uushikum bis shalati, wa maa malakat aymanukum. Peliharalah sholat dan peliharalah orang-orang lemah diantara kamu"
Di luar pintu tangispun mulai terdengar bersahutan. Sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya. Dan Ali kembali mendekatkan telinga di bibir rasul yang mulai kebiruan, " Ummatii..., ummatii...., ummatii...,"