Monday, July 25, 2011

SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu.

Sejarah pengembangan ilmu memaparkan berbagai wacana yang berkembang diseputar temuan-temuan ilmiah sesuai dengan periodisasi-periodisasi. Setiap periode menampakkan kekhasannya masing-masing, sehingga perbandingan secara kritis antara satu dengan yang lain akan memperlihatkan kekayaan paradigma ilmiah sepanjang sejarah perkembangan ilmu. Kuhn bahkan menegaskan terjadinya revolusi sains yang didukung oleh penemuan paradigma baru dalam bidang ilmu tertentu, sehingga mampu mengubah pola pikir masyarakat.

Perbincangan filsafat ilmu baru merebak di awal abad ke-20, namun Francis Bacon dengan metode induksi yang ditampilkannya pada abad ke-19 dan dikatan sebagai peletak dasar filsafat ilmu dalam khasanah bidang filsafat umum. Sebagian ahli filsafat berpandangan bahwa perhatian yang besar terhadap peran dan fungsi filsafat ilmu mulai mengedepankan ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dalam hal ini ada semacam kekawatiran dikalangan para ilmuan dan filsuf. Termasuk juga kalangan agamawan, bahwa kemajuan IPTEK dapat mengancam eksistensi umat manusia. Bahkan alam beserta isinya. Para fisuf terutama melihat ancaman tersebut muncul lantaran pengembangan IPTEK berjalan terlepas dari asumsi-asumsi dasar filosofisnya seperti landasan ontologis, epistimologi, dan aksiologis yang cenderung berjalan sendiri-sendiri. Untuk memahami gerak perkembangan IPTEK yang sedemikian itulah mangkannya, maka kehadiran filsafat ilmu sebagai upaya meletakan kembali pearan dan fungsi IPTEK sesuai dengan tujuan semula, yakni yakni mendasarkan diri dan concern terhadap kebahagian umat manusia, sangat diperlukan.

Pembahasan dan perkembangan ilmu, umumnya menunjukkan :

1. Bagaimana proses isnad (silsilah) suatu ilmu dari awal hingga akhir. Maka bisa dilihat para ilmuwan dalam memandang proses itu. Misalnya misalnya ada yang mengatakan peruses itu berjalan linier, sirkuler, dst; Agust comte melihat bahwa perkembangan pengetahuan manusia terjadi dalam tiga tahap; teologis, metafisika, dan terakhir positif.hegel melihat perkembangan ilmu sebagai proses dari suatu tesis, anti tesis, dan terakhir sintesis. Sudah tentu, masih banyak lagi perspektif tertentu dari para ilmuwan dalam melihat sejarah ilmu nemun yang terpenting dari semua itu, akan diketahui bagaimana proses “pemisahan” suatu disiplin tertentu dari induknyas sehingga spesialisasi tertentu.
2. Bahwa perkembangan ilmu itu terbagi menjadi beberapa penggal sejarah dan setiap penggal sejarah itu memiliki keunikan wacana atau tema dominan tertentu. Dari sini kemudian bisa dimengerti jika tema kajian para ilmuwan tidak jauh dari wacana jika diantara ilmuwan terkadang terjadi ledakan sesama ilmuwan dengan mengatakan : “anda rupanya ketinggalan wacana” atau “teori anda sudah using”, dll

B. Ilmu dan Pengalaman Prailmiah.


Ilmu dan pengalaman dua hal yang tidak bisa di pisahkan dari kehidupan kita sebagai manusia yang merindukan ke bahagiaan. Ilmu merupakan pelita bagi kita di kala kegelapan datang menimpa, sedangkan pengalaman merupakan tongkat penyangga ketika kita terpelanting jatuh dan untuk menambah kualitas aktivitas kita.

pengetahuan ilmiah diperoleh secara sadar, aktif, sistematis, jelas prosesnya secara prosedural, metodis dan teknis, tidak bersifat acak, kemudian diakhiri dengan verifikasi atau diujikebenaran (validitas) ilmiahnya. Sedangkan pengetahuan yang prailmiah. walaupun sesungguhnya diperoleh secara sadar dan aktif, namun bersifat acak,yaitu tanpa metode, Apalagi yang berupa intuisi, sehingga tidak dimasukkan dalam ilmu. Dengan demikian, pengetahuan pra-ilmiah karena tidak diperoleh secara sistematis-metodologis ada yang cenderung menyebutnya sebagai pengetahuan “naluriah”.

Dalam sejarah perkembangannya, di zaman dahulu yang lazim disebut tahap-mistik, tidak terdapat perbedaan di antara pengetahuan pengetahuan yang berlaku juga untuk obyek-obyeknya. Pada tahap mistik ini, sikap manusia seperti dikepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya, sehingga semua obyek tampil dalam kesemestaan dalam artian satu sama lain berdifusi menjadi tidak jelas batas-batasnya. Tiadanya perbedaan di antara pengetahuan-pengetahuan itu mempunyai implikasi sosial terhadap kedudukan seseorang yang memiliki kelebihan dalam pengetahuan untuk dipandang sebagai pemimpin yang mengetahui segala-galanya. Fenomena tersebut sejalan dengan tingkat kebudayaan primitif yang belum mengenal berbagai organisasi kemasyarakatan, sebagai implikasi belum adanya diversifikasi pekerjaan. Seorang pemimpin dipersepsikan dapat merangkap fungsi apa saja, antara lain sebagai kepala pemerintahan, hakim, guru, panglima perang, pejabat pernikahan, dan sebagainya. Ini berarti pula bahwa pemimpin itu mampu menyelesaikan segala masalah, sesuai dengan keanekaragaman fungsional yang dicanangkan kepadanya.

Penggunaan istilah “presepsi” punya arti penting. Kita tidak pernah punya pengalaman indrawi murni. Pengalaman indrawi selalu sudah terjadi dengan akal, suatu dorongan suatu dorongan untuk mengetahui. Pengalaman kognitif manusia selalu bersifat indrawi-akal (sensitive-intellective). Sumbangan masing-masing, yakni indra dan akal,dalam suatu pengalaman yang dihidupi hanya dapat diisolasikan dan diidentifikasikan dalam analisis dan abstraktis. 

Semua bentuk penyelidikan ke arah pengetahuan mulai dengan pengalaman. Maka, hal pertama dan utama –yang mendasari dan memungkinkan adanya pengetahuan adalah pengalaman. Pengalaman adalah keseluruhan peristiwa perjumpaan dan apa yang terjadi pada manusia dalam interaksinya dengan alam, diri sendiri, lingkungan sosial sekitarnya, dan dengan seluruh kenyataan, termasuk Yang Ilahi.

Ada dua macam pengalaman, yakni pengalaman primer dan pengalaman skunder. Penglaman primer adalah pengalaman yang langsung akan persentuhan indrawi dengan benda-benda kontret diluar manusia dan akan peristiwa yang dilaksanakan. Sedangkan pengalaman skunder adalah penglaman yang tidak langsung atau pengalaman reflektif mengenai pengalaman primer. 

C. Cara berfikir dan presepsi manusia tentang kebenaran.

Munculnya ilmu pengetahuan adalah karena karakter unik yang dimiliki oleh manusia yaitu hasrat atau keinginan untuk mengetahui. Manusia mempuyai rasa ingin tahu terhadap benda-benda di sekelilingnya, alam sekitar, matahari, bulan, tanaman, hewan dan semua makhluk hidup yang lainya. Tidak sampai di sini, manusia juga mempunyai hasrat untuk mengetahui tentang hakikat dirinya sendiri.

Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebanran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya. Ukuran Kebenarannya :

1. Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran.
2. Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain.
3. Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran.


 Jenis-jenis Kebenaran :


1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)
2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan)
3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)


Menurut Auguste Comte (1798-1857), dalam sejarah perkembangan peradaban manusia, baiksebagai individu Maupun keseluruhan, berlangsung dalam tiga tahap:



1. Tahap teologi/fiktif, dalam tahap ini manusia berusaha untuk mencari dan menemukan sebab yang pertama dan tujuan akhir dari segala sesuatu. tentu saja semua itu dihubungkan kepada kekuatan ghaib diluar kemampuan mereka sendiri. Mereka meyakini adanya kekuatan yang maha hebat yang menguasai semua fenomena alam entah itu dewa atau kekuatan ghaib lainya.
2. Tahap filsafat/fisik/abatrak, tahap ini hampir sama dengan tahap sebelumnya. Hanya saja mereka mendasarkan semua itu pada kamampuan akalnya sendiri,akal yang mampu untuk melakukan abstareaksi untuk menemukan hakikat sesuatu.
3. Tahap positif/ilmiah riil, merupakan tahap di mana manusia mampu untuk melakukan aktivitas berfikir secara positif atau riil. Kemampuan ini didapatkan melalui usaha pengamatan, percobaan, dan juga perbandingan.

Agust Comte berkeyakinan bahwa makrifat-makrifat manusia melewati tiga tahapan sejarah: pertama, tahapan agama dan ketuhanan, pada tahapan ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi hanya berpegang kepada kehendak Tuhan atau Tuhan-Tuhan; tahapan kedua, adalah tahapan filsafat, yang menjelaskan fenomena-fenomena dengan pemahaman- pemahaman metafisika seperti kausalitas, substansi dan aksiden, esensi dan eksistensi; dan adapun Positivisme sebagai tahapan ketiga, menafikan semua bentuk tafsir agama dan tinjauan filsafat serta hanya mengedepankan metode empiris dalam menyingkap fenomena-fenomena. Sedangkan Menurut van Peursen, skema pemikiran manusia adalah :

1. Mitis
Dalam tahap mitis, apa yang disebut kebenaran atau kenyataan adalah sesuatu yang given, mistis, dan tidak perlu dipikirkan
2. Ontologis
Dalam hal ontologis, manusia atau masyarakat mandambakan kebenaran substansial
3. Fungsional
Kebenaran atau kenyataan diletakkan pada fungsi atau relasi kemamfaatannya. Manusia memamfaatkan segala yang ada di sekitar.

Adapun tiga kategori pengetahuan yaitu :

1. Pengetahuan tentang apa yang baik dan buruk
2. Pengetahuan tentang yang baik dan buruk (estetika)
3. Pengetahuan tentang yang baik dan salah (logika)

Adapun tiga ciri pembeda pengetahuan yaitu :

1. Tentang apa (entologi)
2. Bagaimana (epistemologi)
3. Untuk apa (aksiologi)

Kebenaran apa yang disebut benar bagi setiap orang adalah tidak sama. Proses berpikir manusia mempunyai tiga criteria kebenaran.

1. Koherensi (utuh)
Merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kriteria tentang suatu argumentasi.

2. Korespondensi
Merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kriteria tentang kesesuaian antara materi yang dikandung oleh suatu pernyataan dengan objek yang dikenai pernyataan.

3. Pragmatisme
Merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kriteria tentang berfungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. 

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.

1. filsafat ilmu sebagai upaya meletakan kembali pearan dan fungsi IPTEK sesuai dengan tujuan semula, yakni yakni mendasarkan diri dan concern terhadap kebahagian umat manusia, sangat diperlukan
.
2. kebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pula yang mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupa penghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkan pemahaman potensi subjek (mental,rasio, intelektual).

DAFTAR PUSTAKA
Rizal Mustansyir, Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Pustaka Belajar
J. sudarminta, Epistimologi Dasar, Kanisius, Yogyakarta, 2002
H. Kaelan, Filsafat Ilmu, Belukar
http://perseba.blogspot.com/2010/04/filsafat-ilmu.html
http://van88.wordpress.com/teori-teori-kebenaran-filsafat/

No comments:

Post a Comment