"Guru, saya pernah
mendengar kisah seorang arif yang pergi jauh dengan
berjalan kaki. Cuma yang aneh,
setiap ada jalan menurun, sang arif konon
agak murung.
Tetapi kalau jalan
sedang mendaki ia
tersenyum. Hikmah
apakah yang bisa saya petik
dari kisah ini1?"
"Itu perlambang manusia
yang telah matang dalam meresapi asam garam
kehidupan. Itu
perlu kita jadikan
cermin. Ketika bernasih
baik. sesekali
perlu kita sadari bahwa satu
ketika kita akan mengalami nasib buruk yang
tidak kita harapkan. Dengan
demikian kita tidak terlalu bergembira sampai
lupa bersyukur
kepada Sang Maha
Pencipta. Ketika nasib
sedang buruk,
kita memandang
masa depan dengan
tersenyum optimis. Optimis
saja
tidak cukup, kita harus
mengimbangi optimisme itu dengan kerja keras."
"Apa alasan
saya untuk optimis,
sedang saya sadar
nasib saya sedang
jatuh dan berada
dibawah."
"Alasannya ialah
iman, karena kita
yakin akan pertolongan
Sang Maha
Pencipta."
"Hikmah
selanjutnya?"
"Orang yang terkenal satu
ketika harus siap
untuk dilupakan, orang
yang
diatas harus
siap mental untuk
turun kebawah. Orang
kaya satu ketika
harus siap untuk miskin."
##
kita tak pernah tahu apa yang kelak terjadi tinggal kita memilih. kita zaman menngikuti kita atau kita yang mengikuti zaman.
semua pasti ada hukum dan tata cara sendiri-sendiri, bagaimana, kapan itu massalah waktu kita tak perlu memikirkan itu semua Just Do it, Because We Can.
No comments:
Post a Comment