Kepada para mantan tercinta, dari kami, lelaki yang sudah kalian lupakan.
Membuat tulisan seperti ini adalah sebuah hal yang berat untuk kami.
Tapi tidak bisa tidak, ini sesuatu yang harus kami lakukan. Dengan
segala resiko cemohoon orang-orang yang tertawa sinis sambil bilang, “dasar gak bisa move on!”. Atau juga amarah kekasih tampan kalian yang sekarang menggandeng tangan kalian dengan bangga dan bahagia.
Ya, kami melakukan ini untuk kalian. Atas nama kenangan. Atas nama
impian yang dulu pernah kita bangun bersama. Atas nama mimpi-mimpi
bahagia yang pernah menjadi angan-angan.
Mungkin tulisan ini berupa sebuah persembahan terakhir kami kepada
kalian, sebelum kami benar-benar menutup halaman kitab suci percintaan
yang kini sudah tamat kita selesaikan. Walaupun kisah ini sepertinya
tidak berakhir dengan indah, setidaknya kata-kata penutupnya adalah
sesuatu yang indah yang bisa kita kenang bersama.
Kenangan..
Kenangan hanyalah sebuah kata pendek yang sederhana. Tetapi maknanya
sedalam lautan. Hanya kenanganlah yang dapat membuat kami kuat, namun
pada saat yang sama, kenangan pula yang melemahkan kami. Tapi tak apa.
Ini adalah sebuah fase dalam kehidupan yang tak mungkin siapa pun
hindari.
Kami hanya ingin mengenang masa-masa indah bersama kalian. Masa-masa di
mana seolah-olah waktu tak pernah berputar dan kita seperti hidup di
dalam keabadian. Masa inilah yang mungkin adalah bagian dari hidup kami
yang paling berharga.
Berharga karena ada kalian di dalamnya..
Karena hanya kalian yang membuat kami berharga. Hanya kalian yang
bisa membuat kami merasa bagaikan superhero yang rela menembus badai
demi seseorang yang kami cintai. Hanya kalian yang membuat malam gelap
seolah terang benderang, dan siang menyengat seolah fajar yang sejuk.
Hanya kalian pula yang sanggup membuat kami tertawa karena bahagia,
tersenyum kecut lantaran berbuat salah, atau menangis sesenggukan karena
tidak dipedulikan. Hanya kalian yang bisa membuat kami belajar lebih
rajin agar sukses dalam kuliah. Hanya kalian pula lah yang membuat kami
ingin berusaha keras memperbaiki hidup kami yang sudah amburadul sejak
awal.
Kalian lah yang selalu memperhatikan apapun yang kami lakukan.
Memberikan semangat saat kami putus asa dalam usaha-usaha kami. Sekedar
membuatkan masakan kecil untuk kami makan, di kamar kost kami yang
sempit dan berbau rokok.
Wajah cantik kalianlah yang selalu tersenyum saat kalian melihat kami
kekenyangan oleh pudding pink yang kalian buat, atau sop ayam keasinan
yang kalian bawakan. Yang merengut ngambek saat kami datang terlambat di
malam minggu. Yang begitu senang saat kami menggandeng tangan kalian di
keramaian. Yang begitu bangga memperkenalkan kami kepada teman-teman
gaul kalian.
Sungguh, tiada terasa semua ini seolah-olah baru terjadi kemarin.
Saat kami datang dengan membawa sebuah kejutan kecil di hari ulang
tahun kalian. Kalian tersenyum dengan sangat bahagia, padahal kalian
tahu betapa susahnya kami mengumpulkan uang untuk membeli hadiah kecil
ini. Untuk sekedar mentraktir makan di warung pinggir jalan, atau
sekedar nonton paket hemat bioskop di hari senin.
Kalian jualah yang percaya bahwa suatu hari, dengan segala keterbatasan
kami, kami akan mampu membuat kalian bahagia. Mungkin dengan masa depan
yang cerah. Mungkin dengan rumah yang cukup megah. Atau mobil yang cukup
mewah. Meskipun kalian tidak pernah mengatakannya kepada kami, sungguh
dalam hati kami menyadari bahwa kalian menginginkannya.
Dan karena keinginan itu, kalian percaya kepada kami. Menyerahkan hidup kalian seutuhnya kepada kami.
Lalu kami kemudian menjadi terlena. Lupa bahwa waktu terus berjalan.
Umur kita semakin bertambah. Dan impian-impian kalian terhadap kehidupan
indah bersama di masa depan perlahan-lahan mulai terkikis.
Rasa percaya kalian terhadap kami lalu memudar. Sedikit demi sedikit.
Kalian mulai kehilangan kepercayaan atas kemampuan kami untuk
membahagiakan kalian. Lalu pertengkaran pun timbul. Dahulu memang ada
pertengkaran. Tapi selalu dapat diselesaikan dengan berbicara dari hati
ke hati. Atau dengan bertemu sebentar, dengan mengajak kalian
berjalan-jalan di taman kampus sambil memandang bintang kecil di
kejauhan sana.
Tapi
kemudian pertengkaran ini tak lagi bisa diselesaikan. Kalian hanya
memilih diam saat kita berargumen. Dan kami dengan pedenya merasa dengan
diamnya kalian, maka kami memperoleh “kemenangan”.
Sungguh kami sama sekali tidak menyadari bahwa diamnya kalian kala
itu, adalah bara-bara kecilyang kemudian berkumpul menjadi api yang
menyala. Membakar perasaan cinta yang sedikit demi sedikit terhanguskan
oleh ketidakmampuan kami untuk memahami maksud kalian.
Betapa bodoh kami yang tak dapat memahami kesunyian kalian..
Dan betapa tololnya kami yang tak melihat bencana yang datang sesudahnya.
Kami menghabiskan hari dengan berkumpul dengan sahabat-sahabat kami.
Bersenang-senang dengan video game terbaru, atau latihan band dan
bermain futsal. Dan kalian tetap diam sehingga kami merasa kalian
memberikan ruang yang cukup bagi kami untuk bersenang-senang.
Lalu semuanya terjadi..
Kalian meminta hubungan ini berakhir...
Dan kami seperti orang tolol yang histeris bertanya apa alasannya? Apa sebabnya?
Tetapi kalian tetap diam. Diam di dalam kesunyian yang seolah-olah mengiris jiwa kami perlahan-lahan.
Kami mengira diamnya kalian adalah karena keegoisan kalian. Tetapi
kami terlambat menyadari bahwa diamnya kalian adalah karena kalian tak
ingin menyakiti jiwa kami lebih dalam.
Mengapa lelaki selalu terlambat memahami perempuan?
Mungkin itu memang sebuah takdir yang sudah digariskan.
Dengan segala cara kami mencoba untuk menghubungi kalian. Tapi telepon kami tak pernah kalian jawab. Message
kami pun tak pernah terbalas. Dengan segala cara kami mencoba bertemu
dengan kalian. Tetapi kalian seolah-olah menghilang ditelan bumi.
Kami bahkan rela menunggu di sudut jalan yang biasanya kalian lewati. Di
tengah hujan yang deras, atau panas yang terik. Meskipun kami sadar,
kalian tak akan berhenti untuk menyapa kami. Tetapi setidaknya dengan
sedikit melihat wajah kalian, kerinduan ini sudah terobati.
Ya. Sesungguhnya kami melakukan hal seperti ini berkali-kali. Entah kalian menyadari atau tidak.
Berusaha dengan segala cara agar kami mendapat kabar kalian, kegiatan
kalian, atau keberhasilan usaha-usaha kalian. Bertanya kepada
teman-teman kalian, atau stalking di media sosial kalian. Berharap tak ada lelaki lain yang menyebut kalian dengan panggilan “sayang”.
Meskipun kami tahu, pada akhirnya akan ada lelaki yang menggantikan
kami, setidaknya kami berharap hal itu tidak terjadi setiap kami membuka
facebook atau
twitter kalian.
Waktu berlalu. Hari berubah menjadi minggu. Minggu kemudian berubah
bulan. Harapan bahwa kalian kemudian kembali kepada kami, adalah sesuatu
di dalam jiwa kami yang membuat kami bisa bertahan untuk tetap hidup.
Lalu bulan berubah menjadi tahun..
Kalian berubah menjadi seseorang yang tidak lagi kami kenal. Kami tak dapat lagi membuka sosmed kalian karena kalian.
Saat masih cinta, seolah-olah tak pernah berpisah. Tetapi saat sudah tak cinta,seolah-olah tak pernah kenal.
Ya, kata-kata ini memang sangat menghujam.
Membuat kami jatuh ke dalam jurang kesedihan yang tak ada ujung dan
dasarnya. Hidup seperti hampa dan tak ada makna. Hanya beberapa sahabat
yang menemani kami di dalam kesedihan ini.
Menawarkan sedikit hiburan di
saat hal yang paling lucu di dunia ini terasa menyedihkan, dan hal yang
paling menyedihkan terasa lucu.
Hidup seperti terbolak balik. Dan kami menjalaninya tanpa nafas. Bagaimana kami bisa hidup?
Entahlah.
Tapi waktu kemudian berputar lagi. Kata orang waktu adalah obat penyembuh terbaik atas segala hal. Mungkin mereka benar.
Kami melihat foto-foto mesra kalian di sosmed. Beberapa teman
bertanya kapan menikah? Lalu kalian menjawabnya dengan penuh bahagia.
Meskipun perih membacanya, sungguh kami bahagia.
Bahwa kalian telah menemukan seseorang yang sanggup membuat kalian
bahagia. Terdengar klise seperti novel picisan dan puisi murahan. Tapi
sungguh itulah yang kami rasakan.
Waktu telah memberikan kami pelajaran berharga. Bahwa kesedihan,
meskipun tidak pernah usai, memiliki sisi baiknya tersendiri.
Kesedihanlah yang membuat kami menghargai kehidupan. Menghargai orang
lain. Bahkan menghargai sehelai daun kering yang terjatuh dari
rantingnya.
Klise bukan?
Ya, hidup memang klise.
Waktu yang membawa kalian kepada kami. Waktu pula yang membawa kalian
pergi. Awalnya kami akan menuduh kalian tak setia. Menuduh kalian
penipu dan pembohong. Menuduh kalian mengingkari janji. Tetapi kami
kemudian menyadari justru kami sendirilah yang tidak setia pada
janji-janji kami kepada kalian.
Janji untuk membuat kalian bahagia.
Janji untuk mengerti kalian.
Janji untuk meluangkan waktu untuk kalian.
Janji untuk menjadi kekasih yang bisa kalian banggakan setiap saat.
Segala kesedihan kami ini, adalah akibat perbuatan kami sendiri.
Walaupun “dosa” kalian cukup
besar dalam kesedihan ini, “dosa” kami
sendiri jauh lebih besar lagi. Kalian terlalu sering kami
telantarkan,
terlalu sering kami marahi, terlalu sering kami tuduh yang bukan-bukan.
Dan kami kemudian harus menuai badainya.
Tapi badai ini yang kemudian yang memberi kesadaran kepada kami.
Karena setiap masa yang tergelap di dalam kehidupan, itulah masa yang paling dekat dengan terbitnya sinar pencerahan.
Kami
mulai mengerti bahwa kehidupan tidaklah semudah dan segampang yang kami
kira. Dan yang paling penting, kesadaran ini membawa kami pada
perbaikan diri kami sendiri.
Kami menjadi orang yang menghargai segalanya. Memperbaiki hari demi
hari. Meraih prestasi yang sebelumnya tidak pernah kami bayangkan.
Meningkatkan taraf hidup dan ekonomi kami. Menjadi pribadi yang sukses
dalam karir dan kehidupan sosial.
Perbaikan ini mungkin awalnya bermula dari “dendam” yang lahir dalam
hati kami, yang mencoba membuktikan bahwa kami jauh lebih baik daripada
kekasih kalian yang sekarang. Mungkin juga lahir dari keputusasaan kami.
Tetapi satu yang pasti, perubahaan ini lahir karena kalian.
Dan kenangan tentang kalian..
Jadi di suatu masa nanti, kami mungkin akan memiliki ratusan gedung
bioskop mewah, karena dulunya kami tak mampu membelikan tiket nonton
pada kalian. Kami mungkin akan memiliki usaha frenchise bakso yang dulu
tak mampu kami traktirkan kepada kalian. Atau justru menjadi pengusaha
bisnis yang menjadi atasan dari kekasih kalian.
Itu semua bukan karena dendam.
Tetapi sungguh, itu karena kenangan.
Jika kami sukses nanti, semua karena kalian. Dengan atau tanpa
kalian, kesuksesan itu sebenarnya milik kalian pula. Kalian sebenarnya
berhak menikmatinya pula. Mungkin dengan cara yang berbeda, entah
bagaimana.
Tulisan ini kami buat sebagai ucapan terima kasih kami kepada kalian.
Karena kalian telah memberikan sedikit kebahagiaan dari waktu kalian
yang berharga, untuk sekedar mengucapkan “Aku sayang kamu” kepada kami.
Karena detik-detik itu memang berharga. Berharga bagi kami, namun
sungguh jauh lebih berharga bagi kalian.
Jadi ketika di masa depan nanti kalian bertemu dengan kami, dalam
kenyataan yang berbeda, dalam situasi yang berbeda, ketahuilah bahwa
ruangan kosong milik kalian di hati kami, tak akan pernah terisi orang
lain. Ruang itu hanya untuk kalian semata. Untuk kenangan-kenangan
tentang kalian.
Cinta dapat pudar. Tapi cinta dapat bertahan pula.
Kami tak tahu pada pilihan yang mana hidup kami akan bergerak
nantinya. Tapi yakinlah, apapun bentuk kebahagiaan kalian, bersama siapa
kalian melaluinya, kami akan selalu berada di kejauhan, di balik
bayang-bayang, melemparkan sebuah senyum tulus dari lubuk hati kami yang
paling dalam, dan berbisik perlahan, “Aku bahagia untukmu.”
Begitu
tulisan ini selesai, kalian bisa tidur dengan pulas dan berkata pada
diri kalian sendiri, “Tak ada lagi orang yang tersakiti olehku,”. Karena
rasa sakit itu sudah hilang seluruhnya. Berganti dengan harapan yang
indah tentang kehidupan.
Kehidupan kami dan kehidupan kalian.
Kami sendiri pun dapat tidur dengan tenang, karena tak ada lagi kata-kata yang belum tersampaikan.
Akan ada seseorang yang menemani kami nantinya. Ia akan lebih cantik
dan lebih mengerti kami. Ia akan tetap berada bersama kami walaupun kami
berkali-kali jatuh ditempa cobaan kehidupan. Ia tak akan seperti kalian
yang pergi begitu saja dalam kesunyian.
Tetapi
sebelum kami menemukan bidadari indah itu, terlebih dahulu kami harus
berdamai dengan kalian. Dan tentu saja harus berdamai dengan diri kami
sendiri. Karena itulah satu-satunya cara bagi kami untuk bergerak maju
menyongsong masa depan.
Tak ada dendam dan kebencian meskipun kalian telah pergi dari
kehidupan kami. Yang teriring hanyalah doa semoga kalian bahagia atas
pilihan-pilihan hidup kalian sendiri.
Dan ketika kalian sudah tua, kenanglah kami seperti kami mengenang
kalian. Dengan senyuman tipis dari sebuah wajah yang keriput. Yang
kedinginan di dalam hujan yang tak kunjung reda.
Bahwa kami
pernah begitu dalam mencintai kalian.
Dan kata “pernah”, bukanlah sebuah kata yang sederhana. Ia adalah kata yang menjarah jiwa.
And in the end, the love you take, is equal with the love you make….
Terima Kasih
No comments:
Post a Comment